edi-sep-top
Mungkin saya salah satu kader KAMMI yang tak sempat menterjemahkan arti cinta saya kepada organisasi ini. Mendefinisikan kata cinta itu sendiri juga tak pernah saya lakukan, setidaknya sejak saya mulai bergabung dengan KAMMI 2008 silam sampai beberapa hari lalu. Ya, kenyataan ini saya sadari baru beberapa hari lalu.
Belakangan, bahkan saya sedikit merasa jengah dengan ulah beberapa kader KAMMI yang mempunyai posisi cukup strategis. Sederhana, yang bersangkutan mengatakan bahwa apa yang saya dapatkan selama ini, selalu dikaitkan dengan KAMMI. Kejengahan saya pun semakin membuncah, karena seolah, tanpa KAMMI saya tidak akan mendapatkan apa yang saya dapatkan saat ini. Itu lah kenapa saya bahkan ingin rasanya menghapus kata KAMMI, setidaknya dari sejarah perjalanan hidup saya. Bahwa saya tak pernah tercatat sebagai kader KAMMI.
Belakangan saya pun mulai mengurangi aktivitas ke-KAMMI-an saya. Selain karena hal yang saya sebut diatas, tools untuk beraktivitas di KAMMI yang sebelumnya saya pegang, seolah diambil dari tangan saya. Saya pun sempat merasa seperti ‘aktivis pengangguran’, orang organisasi tanpa aktivitas gerakan.
Belakangan saya kembali merenung. Pemicunya, gerakan ‘Mencintai KAMMI dengan Sederhana’. Harus saya akui, bahwa gerakan ini membuat saya kembali merenungi perjalanan ke-KAMMI-an saya yang harus saya akui cukup singkat, tak lebih dari 5 tahun.
Saya kembali berfikir awal ketergabungan saya dengan KAMMI. Bagaimana saya dulu menjalani Dauroh Marhalah (DM) 1, mengisi hari dengan berbagai kajian, lalu terus berproses bersama KAMMI. Saya pun kembali memaknai kecintaan saya terhadap organisasi yang berdiri 29 Maret 1998 ini. Saya pun mulai menelisik ke dalam hati saya, adakah kecintaan saya terhadap KAMMI. Meski ragu, saya tetap mencari cinta itu, cinta yang saya hadirkan untuk KAMMI, sekecil apapun itu, sepayah apapun itu.
Saya pun cukup terkejut. Selama ini saya tak pernah menterjemahkan arti cinta ke KAMMI. Mendefinisikan pun tidak. Namun ternyata ada cinta dalam hati ini untuk KAMMI. Cinta yang pernah terukur karena saya tak pernah mengukurnya. Entah sepayah apapun, sesusah apapun, namun cinta itu ada. Dengan sendirinya cinta itu bersemayam dalam hati ini.
Apa bukti cinta itu? Ya, saya lebih suka berbicara bukti. Bukti lebih nyata dari pada bualan semata. Bukti lebih indah dari teori secanggih apapun. Kehadiran KAMMI Komisariat (Komsat) Madani, tanpa berlebihan, adalah bukti cinta saya terhadap KAMMI. Komsat berbasis beberapa kampus, termasuk Universitas Paramadina, adalah buah cinta saya. Tentu tidak saya sendiri, ada puluhan bahkan hampir ratusan teman-teman bersama saya menghadirkan buah cinta ini, Komsat Madani.
Sekali lagi tanpa berlebihan, bahwa Komsat Madani adalah buah cinta saya terhadap KAMMI. Di tengah susahnya gerakan mahasiswa di kampus-kampus sekitar Universitas Paramadina, di tengah gempuran internal dan eksternal, Komsat Madani hadir pada akhir 2010. Mungkin sangat sederhana, tapi ternyata aku mencintai KAMMI. Mungkin begitu sederhana, namun buah cinta ini tak bisa hilang dari sejarah perjalanan hidup saya.
Ya, saya baru sadar, bahwa saya mencintai KAMMI. Mungkin jauh lebih sederhana dari kata sederhana itu sendiri. Sepayah apapun, ternyata saya mencintai KAMMI. KAMMI yang kini berusia 15 tahun, sepertiga usiamu aku mencintaimu, sampai sekarang…
Selamat Milad KAMMI, semoga para kadermu terus mencintaimu, cinta yang dengan bukti, cinta yang proporsional, dan cinta yang tak putus oleh apapun.
Edi (hanyaedi@gmail.com)